POTENSI DAN PERMASALAHAN PULAU-PULAU KECIL YANG BELUM TERKELOLA
POTENSI DAN PERMASALAHAN PULAU-PULAU KECIL YANG BELUM TERKELOLA | MAKALAH POTENSI DAN PERMASALAHAN PULAU KECIL
1.1. LATAR
BELAKANG
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi
sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai
modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan
sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass),
hutan mangrove, perikanan dan kawasan
konservasi. Pulau-pulau kecil juga
memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya
yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih
belum optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih
berorientasi ke darat.
Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil
merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya. Perubahan-perubahan tersebut akan membawa
pengaruh pada lingkungan. Semakin tinggi
intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan berarti semakin tinggi
tingkat pemanfaatan sumberdaya, maka semakin tinggi pula perubahan-perubahan
lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau- pulau kecil.
Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil
menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan
kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem dan penangkapan
ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari aspek
sosial yaitu rendahnya aksesibilitas dan kurangnya penerimaan masyarakat lokal.
Oleh karena itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan
ancaman-ancaman tersebut, pengelolaan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara
komprehensif dan terpadu. Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas)
pengelolaan pulau-pulau kecil diharapkan dapat berfungsi sebagai referensi
nasional (national reference) atau pedoman bagi kegiatan lintas sektor
baik pusat maupun daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan pulau-pulau
kecil. Sampai saat ini belum ada referensi yang integratif dan disepakati
secara nasional sebagai dasar kebijakan dan strategi pengelolaan pulau-pulau
kecil, sehingga menyebabkan upaya pengelolaan pulau-pulau kecil belum
optimal.
Dalam
mengembangkan kerjasama lintas sektor pusat dan daerah, masyarakat dan
swasta/dunia usaha, maka Jakstranas menjadi acuan dalam penyusunan rencana
strategis, rencana tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, rencana aksi dan rencana
bisnis.
1.2. RUANG LINGKUP
Dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil maka
diperlukan suatu landasan yang kuat dan terpadu sebagai pedoman atau panduan
bagi pemangku kepentingan dalam
mengembangkan pulau-pulau kecil. Landasan tersebut haruslah merupakan kebijakan dan strategi nasional, sehingga
dapat diadopsi dan dilaksanakan baik oleh kalangan Pemerintah, masyarakat
maupun swasta/dunia usaha. Landasan tersebut menjadi sangat strategis mengingat
peraturan perundangan yang khusus tentang pengelolaan pulau-pulau kecil belum
tersedia.
Pada
dasarnya kebijakan dan strategi nasional diarahkan untuk dapat menjawab
berbagai isu dan permasalahan dalam
pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia seperti keterbatasan sarana dan prasarana wilayah,
keterbatasan ketersediaan dana pembangunan, konflik antarpihak dan lain lain.
Dokumen
kebijakan dan strategi nasional pengelolaan pulau-pulau kecil ini tidak
menyajikan jenis-jenis pengelolaan pulau-pulau kecil yang spesifik termasuk
rincian kegiatannya karena hal tersebut merupakan putusan yang harus diambil
daerah disesuaikan dengan situasi, kondisi dan karakteristik pulau-pulau kecil
bersangkutan. Dokumen ini lebih diarahkan kepada para pemegang kebijakan di
daerah agar dapat mengelola pulau-pulau kecil di wilayahnya sesuai dengan
peruntukannya dengan memperhatikan kepentingan daerah, regional dan nasional
sehingga pengelolaannya berkelanjutan dan menimbulkan dampak positif terhadap
aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.
2.2.
POTENSI
PULAU-PULAU KECIL
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi
pembangunan yang cukup besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari
aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem khas tropis
dengan produktivitas hayati tinggi yaitu terumbu karang (coral reef),
padang lamun (seagrass), dan hutan bakau (mangrove). Ketiga ekosistem tersebut
saling berinteraksi baik secara fisik, maupun dalam bentuk bahan organik
terlarut, bahan organik partikel, migrasi fauna, dan aktivitas manusia.
2.2.1. Potensi Sumberdaya Hayati Pulau-pulau Kecil
Terumbu karang
Terumbu karang terbentuk
dari endapan-endapan massif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh
organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Cnidaria, Ordo Scleractinia
yang hidup bersimbiose dengan alga bersel satu Zooxanthellae, dan
sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang mensekresi
kalsium karbonat.
Manfaat yang terkandung dalam terumbu karang sangat besar dan beragam.
Menurut Sawyer (1993) dan Cesar (1996) jenis manfaat yang terkandung dalam
terumbu karang dapat diidentifikasi
menjadi dua, yaitu manfaat langsung
yaitu sebagai habitat bagi sumberdaya ikan (tempat mencari makan, memijah dan
asuhan), batu karang, pariwisata, wahana penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya dan manfaat tidak langsung
seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman
hayati dan lain sebagainya.
Terumbu karang dapat menjadi sumber devisa yang diperoleh dari penyelam dan
kegiatan wisata bahari lainnya. Bahkan dewasa ini berbagai jenis biota yang
hidup pada ekosistem terumbu karang
ternyata banyak mengandung senyawa bioaktif sebagai bahan obat-obatan,
makanan dan kosmetika. Selain itu terumbu
karang juga menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi perhatian bagi para ahli,
mahasiswa, perusahaan farmasi sebagai obyek penelitian.
Ekosistem terumbu karang
banyak menyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan, karang, moluska dan
krustasea bagi masyarakat di kawasan pesisir, dan bersama ekosistem pantai lainnya
menyediakan makanan dan menjadi tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut
yang bernilai ekonomi tinggi.
Di kawasan pulau-pulau
kecil, banyak dijumpai karang dari berbagai jenis yang terdapat pada rataan
terumbu tepi (fringing reef), sedangkan di kawasan Indonesia bagian
timur sering dijumpai terumbu karang dengan tipe terumbu cincin (atoll).
Padang Lamun (Seagrass)
Lamun merupakan satu-satunya
tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati
yang hidup terendam di dalam laut. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui
penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara sexual (dioecious).
Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat
dijangkau oleh cahaya matahari untuk mendukung pertumbuhannya, biasanya hidup
diperairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2-12 meter,
dengan sirkulasi air yang baik. Substrat lumpur-berpasir
merupakan substrat yang paling disukai oleh lamun dan berada diantara ekosistem
mangrove dan terumbu karang.
Secara ekologis, padang
lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pulau-pulau kecil yaitu
sebagai produsen detritus dan zat hara; mengikat sedimen dan menstabilkan
substrat yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang;
sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi
beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan
ini; serta sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari
sengatan matahari. Di samping itu, padang lamun juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan budidaya berbagai
jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram, tempat rekreasi dan sumber pupuk hijau.
Di kawasan pulau-pulau kecil
banyak dijumpai lamun dari jenis Enhalus
dan Thalassia, karena di kawasan ini kandungan sedimen organiknya
relatif rendah dan didominasi oleh substrat pasir.
Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai
fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan
dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin, taufan dan
tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya.
Sedangkan secara ekonomis berfungsi sebagai penyedia kayu, bahan baku
obat-obatan dan lain-lain. Disamping
itu, ekosistem hutan mangrove juga memberikan manfaat tidak langsung, terutama
sebagai habitat bagi bermacam-macam binatang seperti binatang laut (udang,
kepiting, dan beberapa jenis ikan), dan binatang melata lainnya.
Di kawasan pulau-pulau kecil
jenis mangrove yang banyak ditemukan adalah jenis Avicennia, karena
wilayah pulau-pulau kecil merupakan daerah yang ketersediaan air tawarnya
terbatas, pasokan sedimen (bahan organiknya) relatif rendah dan memiliki
substrat pasir.
2.2.2.
Sumberdaya Perikanan
Secara ekologis, pulau-pulau kecil di daerah
tropis dan sub-tropis berasosiasi dengan terumbu karang. Dengan demikian di kawasan ini memiliki spesies-spesies yang menggunakan karang
sebagai habitatnya yaitu ikan ekonomis penting seperti kerapu, napoleon, kima
raksasa (Tridacna gigas), teripang
dan lain-lain sehingga komoditas seperti ini dapat dikatakan sebagai komoditas
spesifik pulau kecil. Ciri utama komoditas tersebut adalah memiliki sifat
penyebaran yang bergantung pada terumbu karang sehingga keberlanjutan stoknya
dipengaruhi oleh kesehatan karang.
2.2.3. Potensi Sumberdaya Nir Hayati
Pertambangan
Aktivitas pertambangan
banyak dilakukan di negara-negara pulau kecil di dunia maupun di Indonesia pada
propinsi-propinsi tertentu. Dalam pemanfaatan potensi mineral di kawasan
pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan perencanaan yang ketat dan dilakukan
secara berkelanjutan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Struktur batuan dan geologi
pulau-pulau kecil di Indonesia adalah struktur batuan tua yang diperkirakan
mengandung deposit bahan-bahan tambang/mineral penting seperti emas, mangan,
nikel dan lain-lain.
Beberapa
aktivitas pertambangan baik pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi
maupun eksploitasi di pulau-pulau kecil antara lain : timah di P. Kundur, P.
Karimun (Riau); nikel di P. Gag (Papua), P. Gebe (Maluku Utara), P. Pakal
(Maluku); batubara di P. Laut, P. Sebuku (Kalsel); emas di P. Wetar, P. Haruku
(Maluku) dan migas di P. Natuna (Riau).
Energi Kelautan
Dengan
luas wilayah laut yang lebih besar dibandingkan darat maka potensi energi
kelautan memiliki prospek yang baik sebagai energi alternatif untuk
mengantisipasi berkurangnya minyak bumi, LNG, batubara, dan lain-lain sepanjang
kemampuan negara diarahkan untuk pemanfaatannya. Sumberdaya kelautan yang
mungkin digunakan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil adalah Konversi Energi
Panas Samudera/Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), Panas Bumi (Geothermal),
Ombak dan Pasang Surut.
2.2.4. Jasa-jasa Lingkungan
Pulau-pulau kecil memberikan jasa-jasa lingkungan yang
tinggi nilai ekonomisnya yaitu sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan
kepariwisataan, media komunikasi, kawasan rekreasi, konservasi dan jenis
pemanfaatan lainnya. Jenis-jenis pariwisata yang dapat dikembangkan di kawasan
pulau-pulau kecil adalah :
Wisata
Bahari
Kawasan pulau-pulau
kecil merupakan aset wisata bahari yang
sangat besar yang didukung oleh potensi geologis dan karaktersistik yang
mempunyai hubungan sangat dekat dengan terumbu karang (Coral Reef), khususnya hard
corals. Disamping itu, kondisi pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni,
secara logika akan memberikan kualitas keindahan dan keaslian dari bio-diversity
yang dimilikinya.
Berdasarkan rating yang
dilakukan oleh lembaga kepariwisataan internasional, beberapa kawasan di
Indonesia dengan sumberdaya yang dimilikinya mempunyai rating tertinggi bila
ditinjau dari segi daya tarik wisata
bahari dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain di dunia. Beberapa kawasan
wisata bahari yang sangat sukses di dunia antara lain adalah kawasan Great
Barrier Reef, kawasan negara-negara di Karibia, seperti Bahama, Kawasan
Pasifik seperti Hawai, serta Kawasan
Meditterranean. Belajar dari pengalaman di kawasan tersebut, ternyata
negara-negara tersebut merupakan “Negara Pulau-pulau Kecil (Small Islands
State)”, kecuali di Great Barrier Reef dan Meditterranea.
Sebagian besar pulau-pulau
kecil di Indonesia memiliki potensi wisata bahari yang cukup potensial.
Beberapa diantaranya telah dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata bahari
seperti Taman Nasional (TN) Taka Bone Rate (Sulsel), TN Teluk Cendrawasih, TN
Kep. Wakatobi (Sultra), Taman Wisata Alam (TWA) Kep. Kapoposang (Sulsel), TWA
Tujuh Belas Pulau (NTT), TWA Gili Meno, Ayer, Trawangan (NTB), TWA P. Sangiang
(Jabar), dan lain-lain.
2.3.
ARTI PENTING PULAU-PULAU KECIL
2.3.1. Fungsi Pertahanan dan Keamanan
Dari sudut pertahanan dan
keamanan, pulau-pulau kecil terutama di perbatasan memiliki arti penting
sebagai pintu gerbang keluar masuknya aliran orang dan barang misalnya di
Sabang, Sebatik dan Batam yang juga rawan terhadap penyelundupan barang-barang
ilegal, narkotika, senjata, dan obat-obatan terlarang. Sebanyak 92 buah pulau
kecil terletak di perbatasan dengan negara lain yang berarti bahwa pulau-pulau
kecil tersebut memiliki arti penting sebagai garda depan dalam menjaga dan
melindungi keutuhan NKRI.
2.3.2. Fungsi Ekonomi
Wilayah pulau-pulau kecil memiliki
peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai wilayah bisnis-bisnis potensial
yang berbasis pada sumberdaya (resource
based industry) seperti industri perikanan, pariwisata, jasa transportasi,
industri olahan dan industri-industri lainnya yang ramah lingkungan. Di samping itu, pulau-pulau kecil juga dapat dimanfaatkan
dan dikembangkan sebagai pendukung pertumbuhan wilayah.
2.3.3. Fungsi Ekologi
Secara ekologis, ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus
hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber
energi alternatif, dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Hal ini terkait erat
dengan potensi/karakteristik penting pulau-pulau kecil, yang merupakan habitat
dan ekosistem (terumbu karang, lamun, mangrove) yang menyediakan barang (ikan,
minyak, mineral logam) dan jasa lingkungan (penahan ombak, wisata bahari) bagi
masyarakat.
(1) atroli dan pengawasan (Monitoring,
Controling dan Surveillance/MCS) di pulau-pulau kecil.
2.4.
PERMASALAHAN PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
Disamping memiliki potensi yang besar, pulau-pulau kecil memiliki
kendala dan permasalahan yang cukup kompleks yaitu :
(1). Belum Jelasnya Definisi Operasional
Pulau-pulau Kecil
Definisi pulau-pulau kecil
di Indonesia saat ini masih mengacu pada definisi internasional yang
pendekatannya pada negara benua, sehingga apabila diterapkan di Indonesia yang
notabene merupakan negara kepulauan menjadi tidak operasional karena
pulau-pulau di Indonesia luasannya sangat kecil bila dibandingkan dengan pulau-pulau
yang berada di negara benua. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi
pembangunan pulau-pulau kecil di Indonesia. Apabila mengikuti definisi yang
ada, maka pilihan kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan di kawasan pulau-pulau
kecil sangat terbatas, yang tentu saja akan mengakibatkan pengelolaan
pulau-pulau kecil di Indonesia menjadi lambat.
(2). Kurangnya Data
dan Informasi tentang Pulau-pulau Kecil
Data dan Informasi tentang pulau-pulau
kecil di Indonesia masih sangat terbatas. Sebagai contoh, pulau-pulau kecil di
Indonesia masih banyak yang belum bernama, hal ini menjadi masalah tersendiri
dalam kegiatan identifikasi dan inventarisasi pulau-pulau kecil. Lebih jauh lagi akan menghambat pada proses
perencanaan dan pembangunan pulau-pulau kecil di Indonesia. Permasalahan lain dalam pembangunan kelautan
dan perikanan di Indonesia adalah belum
jelasnya jumlah pulau dan panjang garis pantai, yang sangat berpengaruh dalam perencanaan dan pelaksanaan program
pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
(3). Kurangnya
Keberpihakan Pemerintah terhadap Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
Orientasi pembangunan pada
masa lalu lebih difokuskan pada wilayah daratan (mainland) dan belum diarahkan ke wilayah laut dan pulau-pulau
kecil. Masih rendahnya kesadaran, komitmen dan political will dari Pemerintah dalam mengelola pulau-pulau kecil
inilah yang menjadi hambatan utama dalam pengelolaan potensi pulau-pulau kecil.
(4). Pertahanan dan Keamanan
Pulau-kecil di perbatasan masih menyisakan permasalahan di bidang
pertahanan dan keamanan. Hal ini disebabkan antara lain oleh belum
terselesaikannya permasalahan penetapan sebagian perbatasan maritim dengan
negara tetangga, banyaknya pulau-pulau perbatasan yang tidak berpenghuni,
sangat terbatasnya sarana dan prasarana fisik serta rendahnya kesejahteraan
masyarakat lokal. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran adanya okupasi
negara lain dan memicu berkembangnya permasalahan yang sangat kompleks, tidak
saja berkaitan dengan bagaimana upaya memeratakan hasil pembangunan, tetapi
juga aspek pertahanan keamanan dan ancaman terhadap keutuhan NKRI.
(5). Disparitas
Perkembangan Sosial Ekonomi
Letak dan posisi geografis
pulau-pulau kecil yang sedemikian rupa menyebabkan timbulnya disparitas
perkembangan sosial ekonomi dan persebaran penduduk antara pulau-pulau besar
yang menjadi pusat pertumbuhan wilayah dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
(6). Terbatasnya Sarana dan Prasarana Dasar
Pulau-pulau kecil sulit
dijangkau oleh akses perhubungan karena letaknya yang terisolir dan jauh dari
pulau induk. Terbatasnya sarana dan prasarana seperti jalan, pelabuhan,
sekolah, rumah sakit, pasar, listrik, media informasi dan komunikasi menyebabkan
tingkat pendidikan (kualitas SDM), tingkat kesehatan, tingkat kesejahteraan dan
pendapatan masyarakat pulau-pulau kecil rendah.
(7). Konflik Kepentingan
Pengelolaan pulau-pulau
kecil akan berdampak pada lingkungan, baik positif maupun negatif sehingga
harus diupayakan agar dampak negatif dapat diminimalkan dengan mengikuti pedoman-pedoman dan peraturan-peraturan yang dibuat. Di samping
itu, pengelolaan pulau-pulau kecil dapat menimbulkan konflik budaya melalui
industri wisata yang cenderung bertentangan dengan kebudayaan lokal; dan
menyebabkan terbatasnya atau tidak adanya akses masyarakat terutama pulau-pulau
kecil yang telah dikelola oleh investor.
(8). Degradasi Lingkungan Hidup
Pemanfaatan sumberdaya yang berlebih dan tidak
ramah lingkungan yang disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum, belum adanya
kebijakan yang terintegrasi lintas sektor di pusat dan daerah serta rendahnya
kesejahteraan masyarakat telah berdampak pada meningkatnya kerusakan lingkungan
hidup.
3.3. KEBIJAKAN
Berbagai inisiatif pengelolaan pulau-pulau kecil harus
dilihat dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan kepentingan
pembangunan ekonomi serta geopolitik nasional secara lebih luas yang memenuhi
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip pengelolaan
pulau-pulau kecil yang harus dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota dan dunia usaha/swasta yaitu : eksistensi pulau kecil harus
dipertahankan sesuai dengan karakteristik dan fungsi yang dimilikinya, efisien
dan optimal secara ekonomi (economically sound), berkeadilan dan dapat
diterima secara sosial-budaya (socio-culturally just and accepted), dan
secara ekologis tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmentally
friendly).
Berdasarkan
misi yang telah ditetapkan, maka pengelolaan pulau-pulau kecil secara
berkelanjutan, dilakukan melalui beberapa kebijakan, yaitu:
(1) Meningkatkan pengelolaan pulau-pulau kecil
di perbatasan untuk menjaga integritas NKRI;
(2) Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya
pulau-pulau kecil secara terpadu, optimal dan lestari untuk kesejahteraan
masyarakat berbasis pelestarian dan perlindungan lingkungan;
(3) Meningkatkan pengembangan ekonomi wilayah
berbasiskan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemampuan SDM,
teknologi dan iklim investasi yang kondusif;
(4) Meningkatkan sinkronisasi peraturan perundangan dan
penegakan hukum.
kesimpulan
Pengelolaan
pulau-pulau kecil
membutuhkan kebijakan yang komprehensif, integral dan tepat, sesuai dengan
keberadaannya sebagai kawasan yang memiliki permasalahan, potensi dan
karakteristik yang khas. Kebijakan tersebut tentunya harus didukung dengan
pemahaman yang utuh terhadap konsepsi kebijakan, program, strategi yang
sinergis, koordinasi yang efektif dan sistem informasi yang terpadu dari
berbagai pihak/pelaku program pengelolaan pulau-pulau kecil.
Untuk merespon persoalan dan
kebutuhan tersebut, diperlukan upaya peningkatan kapasitas (capacity
building) berbagai pihak yang terkait dengan program pengelolaan
pulau-pulau kecil. Dengan capacity building
ini, diharapkan dapat dihindari terjadinya bias, baik dalam pemahaman
terhadap kebijakan dan strategi maupun dalam penyusunan program yang didukung
antara lain oleh suatu piranti kelembagaan (institutional arrangement)
yang mencakup struktur organisasi pemerintah dan non pemerintah termasuk
mekanisme untuk menjembatani antar organisasi dan instansi yang bertanggung
jawab; kumpulan hukum, aturan, konvensi, keputusan dan standar mutu; dan
kumpulan norma sosial dan tradisi seperti hukum adat dan hak ulayat.
Saat ini, sebagian besar instansi/dinas daerah
pengelola program bagi pengembangan dan pemanfaatan wilayah laut, pesisir, dan
pulau-pulau kecil berada di instansi/dinas yang berbeda, sehingga menyulitkan
koordinasi baik antara Pusat dan Daerah maupun antar Daerah sehingga keberadaan
naskah Jakstranas pengelolaan pulau-pulau kecil ini menjadi sangat penting. Di samping itu, dengan adanya Jakstranas
pengelolaan pulau-pulau kecil ini diharapkan pembangunan dan pengelolaan
pulau-pulau kecil akan lebih terarah dan lebih optimal untuk tujuan pertahanan
keamanan, pengembangan ekonomi dan konservasi lingkungan.
Posting Komentar untuk "POTENSI DAN PERMASALAHAN PULAU-PULAU KECIL YANG BELUM TERKELOLA"
Posting Komentar